Contoh Kasus CYBERCRIME


Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khususnya internet Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka cybercrime diklasifikasikan: 

1) Cyberpiracy: Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer. 

2) Cybertrespass: Penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada system komputer suatu organisasi atau individu. 

3) Cybervandalism: Penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data di komputer.

CONTOH KASUS

1. Kasus Cybercrime : Skimming ATM

Modus kejahatan keuangan berupa pembobolan mesin ATM dengan cara skimming kembali terjadi. Kali ini, sebanyak 50 orang nasabah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk di Mataram, Nusa Tenggara Barat yang menjadi korbannya.

Pengamat teknologi informasi (TI) Ruby Alamsyah menjelaskan, cara pembobol ATM melakukan skimming adalah dengan memasang alat skimming yang memindai data yang terdapat pada pita magnetik atau magnetic stripe pada kartu ATM saat nasabah memasukan ke lubang ATM.

Alat tersebut menyerupai lubang ATM yang asli,” kata Ruby ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (25/10/2016).

Dari data tersebut, pelaku dapat menggadakan nomor kartu debit ke kartu baru. Caranya adalah dengan melakukan penggandaan kartu baru dengan data magnetik dari kartu korban, baik menggunakan perangkat lunak atau perangkat keras pembaca kartu.

Pelaku memasang spy camera di dekat mesin ATM untuk mendapatkan informasi PIN kartu ATM yang korban tekan di pinpad ATM,” ujar Ruby.

Dengan dua kombinasi tersebut, pelaku selanjutnya dapat menggunakan kartu duplikat tersebut untuk mencairkan dananya di mesin atm atau menggunakannya sebagai kartu debit.

Beberapa waktu lalu, sekira 50 orang nasabah BRI di Mataram melaporkan saldo rekeningnya tiba-tiba terkuras saat akan melakukan penarikan tunai melalui mesin ATM.

Diduga para nasabah tersebut merupakan korban kejahatan pembobolan ATM dengan modus skimming dari data kartu debit.
_________________________________________________________________________________

Dari kasus di atas merupakan kasus yang tergolong dalam Cyberpiracy, yaitu Data Forgery; kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless dokumen melalui internet.

Kasus ini menyalahi aturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
_________________________________________________________________________________

2. Kasus Cybercrime : Pembobolan Rekening via e-Banking

Penyidik Bareskrim Polri saat ini sedang mengusut pembobolan beberapa dana nasabah di tiga bank besar di Indonesia dengan modus menggunakan software internet banking.Modus kejahatan ini diklaim telah menimbulkan kerugian mencapai Rp 130 miliar.

Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Budi Waseso ketika dihubungi Kontan membenarkan informasi ini. Ia menuturkan polisi telah berhasil mengendus dugaan pembobolan dana nasabah tiga bank yang dilakukan oleh sindikat kejahatan dunia maya. Menurutnya, pelaku menggunakan malware untuk muncuri data nasabah bank yang ditanamkan melalui jaringan internet.

Pada Senin (13/4/2015) kemarin kami telah berhasil membongkar sindikat pembobolan uang nasabah dengan menggunakan internet. Saat ini kasus masih didalami oleh penyidik,” ujar Budi, Selasa, (14/4/2015).

Modus dari pencurian dana nasabah ini menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Victor Simanjuntak adalah dengan membajak akun internet banking milik nasabah bank sehingga ketika nasabah akan menyetorkan uang ke rekeningnya, aliran uang tersebut akan dibelokkan ke rekening pelaku.

Ia menjelaskan pelaku utama bukanlah warga negara Indonesia karena berdasarkan penyelidikan Bareskrim ternyata aliran dana tersebut menuju ke sebuah rekening di negara Ukraina.

Pelaku bukan warga negara Indonesia. Ia menggunakan jasa kurir yang merupakan WNI. Sehingga dana nasabah dibelokkan masuk ke rekening kurir, kemudian langsung diteruskan ke rekening pelaku,” ujar Victor ketika dihubungi Kontan.

Modus kejahatan ini bermula saat pelaku menawarkan perangkat aplikasi antivirus melalui pesan layanan di internet kepada korban pengguna e-banking. Setelah korban mengunduh software palsu tersebut, malware akan secara otomatis masuk ke komputer dan memanipulasi tampilan laman internet banking seolah-olah laman tersebut merupakan milik bank. Dengan begitu, pelaku dapat dengan mudah mengendalikan akun e-banking nasabah setelah mengetahui password korban.

Namun, pelaku tidak menguras rekening korban, hanya membelokkan ke rekening kurir jika korban melakukan transaksi keuangan melalui e-banking,” tutur Victor.

Dalam aksi kejahatannya tersebut, pelaku merekrut WNI sebagai kurir dengan kedok kerjasama bisnis sehingga kurir sendiri tidak mengetahui bahwa uang yang masuk ke rekening mereka merupakan hasil pembobolan.

Victor menjelaskan pelaku menjanjikan kurir dapat mengambil 10 persen dari dana yang masuk dan sisanya dikirimkan ke rekening di Ukraina melalui Western Union. Perekrutan kurir ini dilakukan secara acak dengan mengaku kerjasama bisnis perdagangan seperti kayu, kain, dan mesin.

Pelaku menjalin kerjasama dengan kurir di Indonesia. Pelaku mengatakan kalau dirinya akan berusaha di Indonesia tapi tidak memiliki rekening untuk menerima pembayaran dalam bentuk rupiah. Para kurir cuma diminta membuka rekening dan mentrasferkan uang yang masuk ke rekeningnya tersebut,” jelas Victor.

Saat ini Bareskrim Polri tengah mendalami kasus ini dengan memeriksa keterangan dari enam orang kurir yang telah ditahan sebagai saksi. Penyidik, ujar Victor, telah mengantongi identitas pelaku dan akan bekerja sama dengan Interpol untuk mengungkap jaringan sindikat pencurian uang nasabah ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, jumlah kurir diduga berjumlah ratusan orang yang tersebar diseluruh penjuru tanah air.

Pelaku adalah penjahat profesional yang memahami betul IT. Semua kurir yang telah diperiksa sama sekali tidak menyadari jika mereka terlibat dalam pembobolan bank. Pelaku ada di luar negeri, kami telah mengontak interpol untuk membantu kami,” tutur Victor.

Namun, Victor enggan menyebutkan nama maupun inisial dari tiga bank tersebut karena masih dalam penyelidikan oleh Polri. Ia hanya menyebutkan ketiga bank tersebut ada yang berasal dari BUMN dan swasta. Ia mengungkapkan terdapat sekitar 300 nasabah dari ketiga bank tersebut yang menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp 130 miliar yang berhasil dicuri pelaku.

Nanti bank akan kita panggil untuk melengkapi laporan. Karena ada pihak bank yang telah mengembalikan uang nasabahnya ada yang belum,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia dengan salah satu jumlah pengguna internet terbesar di dunia akan menjadi sasaran empuk dari tindak kejahatan dengan media online, terutama banyak masyarakat yang masih menggunakan software palsu sehingga rentan diretas.

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irwan Lubis, mengaku pihaknya belum menerima laporan dari pihak bank, Bareskrim Polri, maupun institusi lainnya terkait kasus pembobolan dana nasabah di tiga bank ini. Meskipun begitu, Ia menegaskan bahwa OJK telah meminta kepada bank untuk meningkatkan pengamanan teknologi informasi pada sistem internet banking.

OJK belum menerima laporan baik dari bank maupun dari pihak atau intitusi lain. Pada 9 Maret 2015 yang lalu, OJK sudah meminta kewaspadaan bank dan meningkatkan IT security pada layanan internet banking mereka,” tuturnya kepada Kontan.

Selain meminta kepada pihak bank, Irwan juga menekankan kepada para nasabah untuk selalu berhati-hati dan waspada dalam bertransaksi dengan menggunakan internet banking terutama dengan menggunakan komputer yang rentan terserah virus. Ia memberi saran kepada para nasabah jika terdapat instruksi yang tidak lazim dan meragukan pada saat transaksi harap segera menghubungi call center bank masing-masing.

Nasabah juga diminta untuk selalu waspada dalam bertransaksi via internet. Kalau ada istruksi yang tidak lazim segera hubungi call center bank,” ujar Irwan.

Sesuai dengan Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK merupakan lembaga negara yang memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap individual bank (mikroprudensial). OJK diberikan kewenangan memberikan izin, mengatur, mengenakan sanksi, dan mengawasi setiap aktivitas perbankan di Indonesia.
________________________________________________________________________________

Dari kasus di atas merupakan kasus yang tergolong dalam Cybervandalism, yaitu Crime Sabotage and Extortion; kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubungan dengan internet.

Kasus ini menyalahi aturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
_________________________________________________________________________________

3. Kasus Cybercrime : Tindak Memata-Matai Jaringan Intelejen Korea Utara Terhadap Malaysia

Hubungan antara Malaysia dan Korea Utara tengah menegang akibat saling sandera warga. Upaya terbaik untuk memecah pertikaian diplomatik pun terus dilakukan.

Saat ini, Malaysia juga tengah fokus pada 1.000 warga Korea Utara yang tercatat berada di Negeri Jiran.

Kasus pembunuhan Kim Jong Nam di Kuala Lumpur International Airport 2 pada tiga pekan lalu telah memicu spekulasi, bahwa banyak terjadi operasi intelijen pihak Pyongyang di Malaysia.

Sebuah sumber mengatakan kepada Bernama bahwa kehadiran banyak orang Korea Utara di Malaysia berkedok karir di berbagai bidang, sudah direncanakan untuk membentuk jaringan intelijen terorganisir.

Mudah untuk dipahami mengapa cukup banyak warga Korea Utara bekerja sebagai spesialis teknologi informasi (IT) dan tergabung di perusahaan lokal di Cyberjaya. Alasannya, untuk membantu mereka mengumpulkan informasi dan data secara internal,” kata sumber yang identitasnya dirahasiakan.

Mereka bukan orang biasa karena dilatih secara khusus sebelum dipilih oleh rezim untuk bekerja di luar negeri. Sementara yang disponsori oleh perusahaan lokal, kehadiran mereka di Malaysia tidak hanya bekerja tetapi juga menjadi mata-mata yang terlatih.”

Menurut sumber itu, kelompok orang ini adalah bagian dari sekitar 100.000 warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri di seluruh dunia, dan telah menjadi “sumber” berharga untuk rezim Korea Utara. Mereka juga mengirim uang hasil kerjanya ke negara asal.

Setiap warga Korea Utara di luar negeri wajib melapor ke kedutaan mereka tiap bulan dan menjalani ‘pembekalan’ ulang.
_________________________________________________________________________________

Dari kasus di atas merupakan kasus yang tergolong dalam Cybervandalism, yaitu Cyber Espionage; kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan memata-matai pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.












Sumber : 
http://claratahorii.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Struktur Lini dan Staff

Struktur Organisasi PT Aqua Golden Missisippi Tbk

Contoh Kasus Delegasi Wewenang dan Manajemen