Tren Teknologi Dunia Penerbangan

Indonesia tidak boleh kalah dari Malaysia dan Singapura, kita harus mengembangkan potensi kita di bidang penerbangan ke taraf internasional dan mampu menjadi partner bisnis internasional”, tegas Kepala Pusat Teknologi Penerbangan, Gunawan S. Prabowo saat mendeklarasikan terbentuknya Indonesia Aeronautics Engineering Centre (IAEC) di Kantor Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) LAPAN Rumpin, Bogor, Selasa (26/7). 

Dalam sambutannya, beliau menjelaskan bahwa pembentukan IAEC dilatar belakangi Undang - Undang Keantariksaan Nomor 21 Tahun 2013 dan Undang-Undang Penerbangan No. 1 tahun 2009. Selain itu, Pustekbang juga tengah melakukan kerjasama pengembangan pesawat N219 yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008. 

"Dengan bangkitnya industri pesawat terbang nasional, maka secara otomatis akan tumbuh pula berbagai industri bidang engineering yang dikelola oleh perusahaan kecil menengah nasional", tambah Kapustekbang.

Engineering Center ini akan menjadi tempat konsolidasi para engineer di Indonesia untuk berperan serta dalam tren global partnership di bidang industri penerbangan dalam hal ini dengan Airbus. Sekaligus menggalang potensi para diaspora yang sudah lama berada di luar negeri antara lain diaspora Jerman maupun Amerika, guna mewujudkan kemandirian bangsa di bidang teknologi penerbangan dan memperkenalkan engineering Indonesia di pasar global. 

Pustekbang menjadi pelopor dalam terbentuknya Engineering Center di Indonesia yang mempunyai tujuan untuk dapat melakukan kerjasama litbang dan real project dari Airbus sebagai Industri penerbangan global mengingat bahwa dulu Indonesia lebih terkenal dari negara lain, namun justru sekarang India, Taiwan, Malaysia dan Singapura malah lebih banyak memperoleh Engineering Jobs dari perusahaan penerbangan dunia seperti Airbus dan Boeing. 

Selama ini para diaspora mendedikasikan pengetahuan, pengalaman dan mendidik Sumber Daya Manusia (SDM) untuk kepentingan kemajuan perusahaan asing. Timbul pertanyaan, kenapa kita tidak memajukan industri penerbangan dan membina SDM sendiri? Sedangkan kondisi indusri penerbangan di Indonesia semakin terpuruk padahal Indonesia pernah sebagai leading di Asia Tenggara. Kalau tidak melakukan apa–apa, Indonesia tertinggal dari negara Asia Tenggara lain karena mereka mendapat proyek dari Airbus dan Boeing. 

Setelah melakukan pertemuan dan dialog sesama diaspora di luar negeri dan Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia-Jerman (IASI). Hari Tjahyono mengungkapkan ada kerinduan untuk membangkitkan kembali industri penerbangan Indonesia, kita juga punya potensi. Beliau sudah lama menetap di Jerman sejak meninggalkan PT. Dirgantara Indonesia saat krisis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1998/1990 pada waktu itu banyak engineering Indonesia pindah ke berbagai negara Eropa dan Amerika. Sekarang mereka akan kembali ke Indonesia sebagai wadahnya adalah IAEC. 

Sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman bahwa pendekatan penguasaan teknologi penerbangan sudah bergeser dari sistem top down yang berbasis kebijakan dan kerja sama antar lembaga. Pendekatan yang mulai menjadi tren saat ini adalah bottom up, yaitu mendirikan, membangun konsultan engineering dan kerjasama global untuk mendesain dan membuat bagian pesawat sesuai kebutuhan mitra kerjasama. “Perubahan mainstream ini tidak mendikotomikan kedua pendekatan tersebut tetapi tujuannya sama.”, Hari menambahkan. 

Sedangkan Johny Wowor, diaspora Jerman yang pernah bekerja di berbagai perusahaan penerbangan seperti perusahaan Airbus dan Boeing menjelaskan bahwa peluang kerjasama dengan perusahaan penerbangan internasional sangat banyak dan potensi menjadi partner strategis jangka panjang perlu dirintis sebagaimana yang dilakukan India. Sekarang perusahan Airbus sudah merancang dan diproduksi di India, 25 tahun ke depan komposisi pembagian pekerjaan akan direbut oleh China 25%, India 25%, Amerika Airbus 25% sedangkan 25% direbut oleh Malaysia dan Singapura. Perusahan Indonesia yang bergerak di bidang teknologi penerbangan masih terkendala dengan lisensi (ijin). Di Indonesia hanya ada dua perusahaan yang memiliki lisensi, sedangkan di India ada 572 perusahaan yang sudah mengantongi ijin, Malaysia 49 perusahan memiliki ijin sedangkan Singapura ada 128 perusahaan penerbangan yang memiki ijin. 

Saat penutupan soft opening Indonesia Aeronautics Engineering Center, Kepala Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN menambahkan “Bagaimana caranya kita menjadi tren global dan Pustekbang sebagai fasilitator host dari kelompok engineering, pada waktu tertentu dapat menjadi partner perusahaan penerbangan luar negeri.”, tandasnya. 

Pembukaan Soft Opening IAEC dihadiri 50 peserta dari LIPI, BPPT, ITB, INACOM (Indonesia Aircraft Component), IASI-Jerman, Universitas Telkom, STTKD Jogjakarta dan berbagai perusahan penerbangan swasta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Struktur Lini dan Staff

Struktur Organisasi PT Aqua Golden Missisippi Tbk

Contoh Kasus Delegasi Wewenang dan Manajemen